Ketika bencana datang, dengan siapa Anda berada? Siapa yang ada di samping Anda, dan siapa yang berjuang menyelamatkan Anda? Karena mereka yang ada buat Anda adalah mereka yang tidak diragukan lagi, mencintai Anda. Dalam hal ini, San Andreas menjadi bukti cinta Ray (Dwayne Johnson), yang tak ingin kehilangan putrinya lagi.
Ray merupakan seorang pilot helikopter yang berada di Regu Penyelamatan Udara, Amerika Serikat. Ia adalah tim penyelamat yang hebat dan sangat pemberani. Kini, Ray tinggal sendiri lantaran sang istri, Emma (Carla Gugino) memilih untuk bercerai dan hidup dengan kekasih barunya, Daniel Riddick (Ioan Gruffudd), seorang pebisnis kaya. Kepergian Emma juga diikuti putri tunggal mereka, Blake (Alexandra Daddario).
Akan tetapi hal ini bukan tanpa alasan. Keluarga Ray mulai hancur pasca kematian putri mereka yang satu lagi, Mallory. Dan sejak saat itu, Ray seperti memiliki rasa penyesalan karena tidak bisa menyelamatkan putrinya.
Seiring dengan itu semua, bermula di Bendungan Hoover, Nevada. Terjadi sebuah gempa tektonik berkekuatan 7,1 SR. Hal ini amat mengejutkan mengingat para ilmuwan atau ahli geologi selama ini tidak mengetahui adanya lempengan di dataran Nevada yang kemudian membentuk garis lempengan hingga ke San Andreas, tempat Ray dan keluarga tercintanya menetap.
Sementara Blake yang saat itu sedang berada di San Francisco bersama kekasih ibunya, Daniel, juga terjebak akibat gempa yang jauh lebih besar, 9,1 SR. Pada kesempatan inilah, seakan Ray kembali diposisikan untuk menyelamatkan putrinya yang terjebak di San Francisco dalam kondisi gempa yang masih terus menyusul dan berpotensi meningkat kekuatannya.
Mampukah Ray menemukan dan menyelamatkan putrinya?
Kisah diatas adalah sepenggal cerita di film terbaru Warner Bros. dan Village Roadshow Pictures berjudul San Andreas. Dengan tema bencana, secara alur cerita dari San Andreas memang sangat sederhana dan bukan tipikal film yang akan membuat Anda berpikir.
Sekilas, mungkin Anda membandingkan San Andreas dengan film-film bertema bencana yang sudah ada. Tetapi jika Anda perhatikan lagi, ada satu dua hal yang membuat film ini terasa nyata. Pertama, ketika gempa sedang berlangsung, seakan-akan semua hal menjadi tidak terprediksi. Mulai dari jatuhnya atap bangunan, jalan yang retak, atau runtuhnya berbagai tiang listrik. Dan itu semua bisa terjadi kapanpun. Penggambaran itu terlihat sangat nyata dan mampu membuat Anda merasakan sedang berada di dalam gempa. Yang kedua, naskah film yang dikerjakan oleh Carlton Cuse menggunakan riset yang bagus dengan informasi-informasi akurat yang logis dan tidak berlebihan atau mengada-ada. Jalan keluar yang diberikan oleh ahli geologi di film ini pun sangat manusiawi dan menyesuaikan kondisi yang ada saat ini.
Meskipun menampilkan visual yang sangat amat menakjubkan, San Andreas tak lupa pada benang merah ceritanya dimana film ini juga ‘menjual’ kisah drama keluarga saat seorang ayah melakukan aksi penyelamatan terhadap putrinya. Beberapa adegan singkat berupa dialek juga mampu menggenangkan air mata Anda.
Tak hanya memamerkan visual, adapun yang perlu diacungi jempol lagi adalah bagian sound editing dari film San Andreas ini. Ada hal-hal kecil yang mungkin tidak disadari beberapa orang. Ketika sebuah runtuhan bangunan jatuh, bunyi yang dihasilkan tidak akan sebesar bunyi ketika helikopter jatuh. Begitupun dengan jarak yang diperlihatkan. Andaikan sang sutradara, Brad Peyton, mengambil adegan helikopter jatuh dari jarak 500 meter, kemudian mengambil shot dari dalam, suara dan getaran yang dihasilkan pun akan berbeda. Itu membuat film San Andreas menjadi bentuk pengalaman, bukan tontonan.
Kalau masalah kualitas akting, rasanya pemain yang terlibat di San Andreas ini sudah tak usah diragukan lagi. Andil mereka juga tak kalah penting untuk menghidupkan film selama 114 menit durasi pemutarannya.
Jadi, tunggu apalagi? Mau rasakan guncangan yang hebat? Tonton San Andreas.
Sumber : http://www.21cineplex.com